Livor MortisA Novel By: Deasylawati P.
Dengan bergidik ngeri, Fatiya menaikkan kaos usang Pak Karto, memiringkan tubuh gemuknya yang tak wajar. Rasanya seperti membalikkan sebuah papan. Orang-orang mengawasinya. Fatiya menarik napasnya, melihat pada punggung pria malang yang tak ada penunggunya itu. Dan … itu dia ….
Salah satu tanda pasti kematian, yang jelas memastikan bahwa seseorang memang benar-benar telah mati. Pergi meninggalkan dunia ini. Meninggalkan jasadnya yang menjadi kaku tanpa arti. Livor mortis. Tanda lebam pada mayat yang akan menunjukkan posisi mayat ketika meninggal. Tanda merah keuguan itu timbul karena penumpukan cairan darah pada area yang terletak di bawah dari mayat, mengikuti gravitasi. Tanda yang akan menetap setelah lebih dari delapan jam ....
Seorang perawat fresh graduate mengalami konflik yang berkepanjangan pada awal masa kerjanya di sebuah institusi kesehatan. Ia orang yang sangat teguh berpegang pada prinsip-prinsip hidupnya, sementara berbagai hal yang terjadi di lingkungan kerjanya terkadang begitu bertolak belakang dengan prinsip yang dipegangnya. Di rumah sakit itulah ia bertemu dengan Sukarto, salah satu kaum papa yang mengharap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan untuk menangani penyakitnya yang semakin parah. Malang baginya, bukannya semakin pulih kondisinya, justru kematian yang menjemputnya. Kasus kematiannya, yang tidak diketahui oleh perawat yang jaga saat itu, di-blow up oleh salah satu keluarga pasien yang merasa ‘dikecewakan’ oleh pihak rumah sakit. Rumah sakit pun merasa kebakaran jenggot, dan khawatir ‘kasus-kasus lain’ yang telah dipeti-es-kan ikut terkuak.
Ini adalah sebuah novel yang diilhami dari fakta-fakta yang terjadi di sebuah institusi kesehatan. Telah banyak pihak yang merasa dirugikan, namun kebanyakan berasal dari kalangan orang yang tidak mampu sehingga mereka tetap bungkam. Adapun yang lebih terpelajar, berusaha menggugat. Meskipun tahu bahwa ia hanyalah seekor semut yang menantang gajah. Tak banyak hal yang akan berubah. Hukum rimba berlaku leluasa di negeri ini. Siapa yang kuat dialah sang raja. Siapa berkuasa dialah pemenangnya. Tak peduli di mana pun areanya. Tak peduli apakah itu menyangkut nyawa manusia. Yang masih punya hati tersingkiri. Yang mempertahankan nurani menjadi orang-orang yang ditertawai. Dunia ini adalah sebuah panggung, di mana semua arogansi menjadi mutlak demi mendapatkan materi.
Novel berjudul Livor Mortis ini bercerita tentang fenomena diskriminasi sosial yang terjadi dalam institusi kesehatan. Mungkin bukan hal yang istimewa membicarakan diskriminasi sosial di sekitar kita, sudah begitu umum, bahkan seolah wajar-wajar saja terjadi. Mulai dari angkutan umum hingga ke instansi-instansi. Siapa punya duit, dia yang lebih cepat dilayani dan lebih dihargai. Maka terciptalah ‘kelas-kelas layanan’ yang siapapun pasti tahu. Mulai dari yang ekonomi, bisnis, hingga eksekutif. Pelayanan dan fasilitas akan disesuaikan dengan ‘berapa banyak si peminta fasilitas mampu membayar’. Tak hanya di negeri kita tercinta ini, tapi juga di luar negeri.
Akan tetapi, fenomena diskriminasi sosial yang terjadi dalam institusi kesehatan memang sungguh merupakan sebuah ironi. Di tengah himpitan cobaan yang mendera orang-orang sakit, mereka masih harus menerima perlakuan yang berbeda dari si pemberi fasilitas kesehatan, hanya karena mereka tak punya. Hanya karena mereka tak mampu membayar lebih untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Ironis sekali ketika diskriminasi semacam ini berhubungan dengan nyawa manusia!?
Melalui novel ini, penulis berharap bisa menyentuh nurani pembaca. Berharap bisa membuka hati siapapun yang pernah mengalami situasi yang sama. Bahwa nyawa manusia bukanlah mainan yang bisa dihargai dengan materi. Mungkin terlalu idealis bagi sebagian orang, tapi ada baiknya melakukan ‘sesuatu’ untuk merubah paradigma pelayanan beberapa instansi kesehatan yang masih juga menunjukkan diskriminasi sosial. Semoga novel ini bisa memberikan manfaat yang diharapkan.
Dengan bergidik ngeri, Fatiya menaikkan kaos usang Pak Karto, memiringkan tubuh gemuknya yang tak wajar. Rasanya seperti membalikkan sebuah papan. Orang-orang mengawasinya. Fatiya menarik napasnya, melihat pada punggung pria malang yang tak ada penunggunya itu. Dan … itu dia ….
Salah satu tanda pasti kematian, yang jelas memastikan bahwa seseorang memang benar-benar telah mati. Pergi meninggalkan dunia ini. Meninggalkan jasadnya yang menjadi kaku tanpa arti. Livor mortis. Tanda lebam pada mayat yang akan menunjukkan posisi mayat ketika meninggal. Tanda merah keuguan itu timbul karena penumpukan cairan darah pada area yang terletak di bawah dari mayat, mengikuti gravitasi. Tanda yang akan menetap setelah lebih dari delapan jam ....
Seorang perawat fresh graduate mengalami konflik yang berkepanjangan pada awal masa kerjanya di sebuah institusi kesehatan. Ia orang yang sangat teguh berpegang pada prinsip-prinsip hidupnya, sementara berbagai hal yang terjadi di lingkungan kerjanya terkadang begitu bertolak belakang dengan prinsip yang dipegangnya. Di rumah sakit itulah ia bertemu dengan Sukarto, salah satu kaum papa yang mengharap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan untuk menangani penyakitnya yang semakin parah. Malang baginya, bukannya semakin pulih kondisinya, justru kematian yang menjemputnya. Kasus kematiannya, yang tidak diketahui oleh perawat yang jaga saat itu, di-blow up oleh salah satu keluarga pasien yang merasa ‘dikecewakan’ oleh pihak rumah sakit. Rumah sakit pun merasa kebakaran jenggot, dan khawatir ‘kasus-kasus lain’ yang telah dipeti-es-kan ikut terkuak.
Ini adalah sebuah novel yang diilhami dari fakta-fakta yang terjadi di sebuah institusi kesehatan. Telah banyak pihak yang merasa dirugikan, namun kebanyakan berasal dari kalangan orang yang tidak mampu sehingga mereka tetap bungkam. Adapun yang lebih terpelajar, berusaha menggugat. Meskipun tahu bahwa ia hanyalah seekor semut yang menantang gajah. Tak banyak hal yang akan berubah. Hukum rimba berlaku leluasa di negeri ini. Siapa yang kuat dialah sang raja. Siapa berkuasa dialah pemenangnya. Tak peduli di mana pun areanya. Tak peduli apakah itu menyangkut nyawa manusia. Yang masih punya hati tersingkiri. Yang mempertahankan nurani menjadi orang-orang yang ditertawai. Dunia ini adalah sebuah panggung, di mana semua arogansi menjadi mutlak demi mendapatkan materi.
Novel berjudul Livor Mortis ini bercerita tentang fenomena diskriminasi sosial yang terjadi dalam institusi kesehatan. Mungkin bukan hal yang istimewa membicarakan diskriminasi sosial di sekitar kita, sudah begitu umum, bahkan seolah wajar-wajar saja terjadi. Mulai dari angkutan umum hingga ke instansi-instansi. Siapa punya duit, dia yang lebih cepat dilayani dan lebih dihargai. Maka terciptalah ‘kelas-kelas layanan’ yang siapapun pasti tahu. Mulai dari yang ekonomi, bisnis, hingga eksekutif. Pelayanan dan fasilitas akan disesuaikan dengan ‘berapa banyak si peminta fasilitas mampu membayar’. Tak hanya di negeri kita tercinta ini, tapi juga di luar negeri.
Akan tetapi, fenomena diskriminasi sosial yang terjadi dalam institusi kesehatan memang sungguh merupakan sebuah ironi. Di tengah himpitan cobaan yang mendera orang-orang sakit, mereka masih harus menerima perlakuan yang berbeda dari si pemberi fasilitas kesehatan, hanya karena mereka tak punya. Hanya karena mereka tak mampu membayar lebih untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Ironis sekali ketika diskriminasi semacam ini berhubungan dengan nyawa manusia!?
Melalui novel ini, penulis berharap bisa menyentuh nurani pembaca. Berharap bisa membuka hati siapapun yang pernah mengalami situasi yang sama. Bahwa nyawa manusia bukanlah mainan yang bisa dihargai dengan materi. Mungkin terlalu idealis bagi sebagian orang, tapi ada baiknya melakukan ‘sesuatu’ untuk merubah paradigma pelayanan beberapa instansi kesehatan yang masih juga menunjukkan diskriminasi sosial. Semoga novel ini bisa memberikan manfaat yang diharapkan.
Salam kenal Mbak! Mau tanya nih kalau pendapat mbak deasy dengan berita berikut ini gimana?Terimakasih....
BalasHapus>>http://www.gedubrak.com/2009/06/03/isi-email-dari-ibu-prita-mulyasari-yang-menghebohkan/
Susah nih cari buku ini di Palembang. Kalo mau pesan gimana ya mbak? Trims
BalasHapusBuat anonim yang ingin tanggapan mengenai kasus Ibu Prita: Yah, memang sangat memprihatinkan sekali apa yang dialami oleh beliau. Saya pikir bahkan mungkin lebih parah dari cerita tentang salah satu tokoh dalam novel saya (novel saya pun terilhami dari kisah nyata yang terjadi di salah satu RS) karena sudah bukan human error lagi, namun barangkali sudah ke arah tindakan penipuan.
BalasHapusSemoga saja dengan adanya kasus ibu Prita dan yang lainnya, pihak rumah sakit di Indonesia menjadi lebih profesional dan berhati-hati dalam menangani pasien-pasiennya.
Buat Njer_kenny: coba saja hubungi marketing Indiva yang mengurusi daerah sumatera: bapak Syifa (021) 32647778
mbak desy yang saya hormati,saya salah satu pembaca novel anda yang berjudul "the half mask" dan novel itu akan saya teliti sebagai skripsi saya. menurut mbak desy dalam novel ini apa yang paling anda tonjolkan dan apa pesan/amanat yang ingin mbak desy sampaikan kepada pembaca. oya, novel ini saya akui sangat bagus baik dari cerita ataupun dari bahasa yang anda gunakan.
BalasHapusterima kasih.
doni-solo
hai Doni! Maaf ya, blog lama g kuapdet.
BalasHapusUdh tak jwb di fb kan...
asslm, Mba..
BalasHapusMba, saya mau beli buku-buku ini :
“Tetap Happy Saat Menstruasi"
“How to be a True Moslem Girl"
“Livor Mortis”
Susah sekali di dapat di Gramedia,,
dr mulai gramedia Palembang sampai Tangerang sudah dicari, tp, gak ada..
dimana saya bisa dapet buku-buku itu, Mba??
makasii sebelumnya..
:))
*oia, saya suka sekali karya mba deasy yang Psycho Girly.. Bagus bangetttt// :))
Wa,alaikum salam....
BalasHapusTerima kasih atas apresiasinya ya...
Sudah coba menghubungi penerbit Indiva belum? Coba deh, mereka biasanya mau menerima pembelian langsung kok... Nanti bukunya biar dikirim begitu...
Selamat hunting ya... ^^
Terima kasih banyak... Mohon masukannya ya...
Ada thriller yang baru lagi belum nih?:-)
BalasHapusAssalamualaikum. Mbak Deasy, bukunya bagus-bagus. saya turut memasarkan buku2 Mbak di sukabumi-jabar.
BalasHapusSukses selalu
Angga - sukabumi
assalammualaikum...
BalasHapuskelanjutan dari Ore Wa Ren!! kapan keluarnya mbak, saya sudah kagak sabar ingin segera menyantapnya, hehehe :D
asslm mbak deasy, saya mau tanya nih, caranya dapetin buku mbak yang "the half mask" gimana sih? soalnya di kota saya buku ini sulit sekali dicari.
BalasHapusSetelah baca Livor Mortis, saya jadi gimana gitu sama RS. ^^
BalasHapusLivor mortis di OB ilang, pengemar novel lu yang ini pada ga balikin tu buku... yang lebih laris lagi HADES, duhhh itu bejubel tuh yang ngantri pinjem tu novel...
BalasHapushuaaa.. saya sukkkka novel ini.. Duuuuh kayaknya hamir semua karya Mba Deasy saya suka deh... mau kayak Mba Deasy yg kereeeen
BalasHapusKak dijual dimana aja?
BalasHapus